Bolehkah Membayar Hutang Dengan Memberikan Tambahan?
Soal: Bolehkah ketika membayar hutang kita melebihkannya sebagai bentuk ungkapan terimakasih atas kebaikan orang yang telah mengutangi kita itu?
Jawab:
Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah amma ba’du.
Jika tambahan itu tanpa kesepakatan sebelumnya, hanya inisiatif dari si pembayar hutang maka hukumnya boleh. Bahkan, bisa jadi dianjurkan.
Dalilnya adalah sebuah riwayat dari Abu Rafi’ radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah ﷺ pernah meminjam unta muda kepada seorang laki-laki. Ketika unta sedekah tiba, maka beliau pun memerintahkan Abu Rafi’ untuk membayar unta muda yang dipinjamnya kepada laki-laki tersebut.
Lalu Abu Rafi’ kembali kepada beliau seraya berkata, “Aku tidak mendapatkan unta muda, yang ada hanya unta yang sudah dewasa.” Maka beliau bersabda:
أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً
“Berikanlah kepadanya, sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Muslim: 1600)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya;
“Ada seorang yang memberikan harta kepada orang lain tanpa syarat penambahan. Al Madin (orang yang berhutang) atas inisiatifnya sendiri, serta dengan kerelaan jiwa mengembalikan hutang dengan tambahan 1000 Riyal, apakah ini dianggap riba?”
Maka Syaikh rahimahullah menjawab:
إذا رد المبلغ بدون شرط ولا تواطؤ على الزيادة فلا بأس، النبي ﷺ يقول: إن خيار الناس أحسنهم قضاء، الرسول ﷺ كان يعطي خيرا مما أخذ عليه الصلاة والسلام ويقول: إن خيار الناس أحسنهم قضاء ، فإذا اقترض مائة ورد مائة وخمسين أو مائتين من باب المعروف ومن باب المكافأة فلا بأس، أو اقترض خمسين صاعا من البر فرد مائة أو أقل أو أكثر فلا بأس، النبي ﷺ جاء أنه اقترض ثلاثين ورد ستينًا، واقترض أربعين ورد ثمانين
“Apabila ia mengembalikan dengan jumlah tersebut tanpa syarat atau kesempatan atas tambahannya maka hukumnya tidak mengapa. Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً
Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik ketika membayar hutang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengembalikan dengan sesuatu yang lebih baik dari yang beliau ambil seraya bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik ketika membayar hutang.”
Apabila seorang itu berhutang 100 lalu mengembalikannya 150 atau 200 dalam rangka berbuat baik dan balas Budi maka tidak mengapa (boleh).
Terdapat riwayat bahwa Nabi ﷺ berhutang 30 sha’ atau wasaq lalu mengembalikannya 60, pernah juga beliau berhutang 40 lalu mengembalikan 80.” (binbaz.org.sa dengan judul Hukmu Qadha Ad-Dain bi Ziyadah Duna Isytirath Dzalika)
Yang tidak boleh itu adalah apabila terdapat syarat atau kesempakan sebelumnya, baik kesepakatan secara langsung antara penghutang dan pemberi hutang, ataupun secara adat setempat. Apabila hal ini terjadi maka tambahan ini dihukumi dengan riba.
Para ulama telah memberikan kaidah dasar untuk mengenali riba yaitu:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبَا
“Setiap akad hutang piutang yang mendatangkan manfaat maka itu adalah riba.”
Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk menjadi manusia terbaik ketika membayar hutang dan melindungi kita dari dosa riba.
Baca juga Artikel:
Muslim Itu Samhah Tidak Terlalu Hitung-hitungan
Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Bekasi, Ahad, 8 Syawwal 1441H/ 31 Mei 2020 M
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK