Antara Memuliakan Ahlul Bait Dan Taklid Buta – Khutbah Jum’at

Tema khutbah kali ini adalah antara memuliakan Ahlul bait dan taklid buta. Kedua hal ini saling bertolak belakang oleh karena itu perlu untuk dipahami.

KHUTBAH PERTAMA

الحَمْدُ لله يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ وَيَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ التَّوْحِيدِ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَعَلَى آله وَصَحْبِهِ ، صَلَاةً تَامَّةً بَاقِيَةً إِلَى يَوْمِ المَزِيْدِ

أَيُّهَا المُسْلِمُونَ ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله فَإِنَّ التَّقْوَى خَيْرُ الزَّادِ فِي السَّيْرِ إِلَى الله تعَالى ، قال الله ﷻ: وَتَزَوَّدُواْ  فَإِنَّ خَيرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقوَىٰ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلأَلبَٰبِ ، أما بعد

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah…

Pada hari ke 18 bulan Dzul Hijjah di tahun 10 Hijriyah, dalam perjalan pulang dari Makkah menuju Madinah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan ibadah haji, beliau singgah di sebuah tempat yang memiliki mata air yang bernama Ghadir Khum. Di tempat inilah beliau berkhutbah memberikan banyak wasiat. Peristiwa ini diceritakan oleh Zaid bin Arqam, ia berkata:

 قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي

Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata; Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur ‘an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al Qur’an dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur’an. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku.” (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). (HR. Muslim: 2408)

Ahlul Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan orang-orang yang diharamkan atas mereka untuk memakan harta sedekah dan mereka adalah keturunan Ali bin Abi Thalib, keturunan Aqil, keturunan Ja’far dan keturunan Abbas bin Abdul Muthalib.

Mencintai dan menghormati ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bagian dari agama, Allah dan Rasul-Nya yang memerintahkan. allah berfirman:

قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ

Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada keluargaku”. (QS. Asy-Syura: 23)

Akan tetapi, dalam urusan yang terkait dengan Ahlul Bait ini manusia terbagi menjadi tiga golongan. Mereka yaitu:

Pertama, Rafidhah (Syi’ah) yang mana mereka ghuluw mencintai dan mengagungkan para sahabat yang termasuk Ahlul Bait (keluarga) Nabi terutama Ali bin Abi Thalib. Namun bersamaan dengan hal itu mereka membenci mayoritas para sahabat termasuk di antaranya Abu Bakar dan Umar, sebab menurut keyakinan mereka dua orang sahabat ini telah merampas kekhilafahan dari tangan Ali bin Abi Thalib.

Kedua, Nawashib yaitu golongan yang bertolak belakang dari golongan pertama yang mana mereka justru membenci bahkan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib. Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang Khawarij, merekalah yang telah membunuh Ali bin Abi Thalib.

Ketiga, Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mana mereka bersikap pertengahan; mencintai semua para sahabat baik yang termasuk Ahlul Bait mau pun yang tidak, akan tetapi tidak sampai ghuluw. Menempatkan setiap sahabat pada tempat kemuliannya masing-masing sesuai dengan tuntunan dalil.

Orang-orang Rafidhah yang mengkafirkan mayoritas sahabat termasuk Abu Bakar dan Umar adalah orang-0rang yang salah jalan. Bagaimana mungkin kita diajak untuk membenci Abu Bakar dan Umar sedang keduanya adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah. Amru bin Al Ash berkata;

فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالًا فَسَكَتُّ مَخَافَةَ أَنْ يَجْعَلَنِي فِي آخِرِهِمْ

Aku menemui Rasulullah seraya bertanya; Ya Rasulullah, siapakah orang yang engkau cintai? Rasulullah menjawab; ‘Aisyah.’ Lalu saya tanyakan lagi; Kalau dari kaum laki-laki, siapakah orang yang paling engkau cintai? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Ayah Aisyah (Abu Bakr).’ saya bertanya lagi; lalu siapa? Rasulullah menjawab: ‘Umar bin Khaththab.’ Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu aku pun diam karena aku takut termasuk orang yang paling terakhir.’ (HR. Bukhari: 4358, Muslim: 2384)

Abu Bakar dan Umar adalah sabahat terbaik. Dan hal ini diakui sendiri oleh Ali bin Abi Thalib. Bahkan Ali mengancam akan menghukum orang-orang yang lebih mengutamakan dirinya dari Abu Bakar dan Umar. Dalam sebuah atsar beliau mengatakan:

“Sampai kepadaku sebuah kabar bahwa ada sekelompok orang yang lebih mengutamakanku dari Abu Bakar dan Umar. Tidak  ada seorang pun yang lebih mengutamakanku dari Abu Bakar dan Umar melainkan akan aku cambuk dia dengan cambukan untuk seorang pendusta.” (Ahmad dalam Fadhail As-Shahabah: 387, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilal al-Jannah: 2/479)

Orang-orang Khawarij yang membenci Ali dan keturunannya juga adalah orang-orang yang salah jalan. Bagaimana mungkin kita diajak membenci seorang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, seorang yang merupakan Ahlul bait Rasulullah. Seorang yang dijamin masuk surga bersama dengan Abu Bakar dan Umar pula. Dari Abdurrahman bin ‘Auf dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ

“Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubeir masuk surga, Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah bin Jarah masuk surga.” (HR. Tirmidzi: 3747, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: 50)

Karena itulah, golongan yang selamat adalah Ahlus Sunnah wal jama’ah yang menyelisihi keyakinan orang-orang Syi’ah dan Khawarij.

Mencintai, menghormati, dan memuliakan Ahlul Bait adalah bagian dari agama dan pokok dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir, dari Ammar bin Abi Ammar, ia berkata:

أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَكِبَ يَوْمًا ، فَأَخَدَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِرِكَابِهِ ، فَقَالَ: تَنَحَّ يَا ابْنَ عَمِّ رَسُولِ الله ، فَقَالَ: هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا وَكُبَرَائِنَا ، فَقَالَ زَيْدٌ : أَرِنِي يَدَكَ! فَأَخْرَجَ يَدَهُ ، فَقَبَّلَهَا فَقَالَ: هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِأَهْلِ بَيْتِ نَبِيِّنَا

Suatu hari Zaid bin Tsabit menunggangi tunggangannya, lalu Ibnu Abbas memegang tali kendali tunggangan tersebut. Maka Zaid pun berkata: “Jangan, menyingkirlah wahai anak paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Ibnu Abbas menjawab: “Seperti inilah kami diperintahkan untuk bersikap kepada ulama dan pembesar kami.” Zaid berkata: “Berikanlah tanganmu! Ibnu Abbas pun mengeluarkan tangannya lalu Zaid menciumnya seraya berkata: “Beginilah kami diperintahkan untuk berbuat kepada Ahlul Bait Nabi kami.” (Kanzu Al-‘Ummal: 7/37, Hayah Ash-Shahabah: 192)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ رب العالمين أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، أما بعد

Jama’ah kaum muslimin, sidang jum’at rahimakumullah…

Memang mencintai keluarga dan keturunan Nabi adalah bagian dari agama yang menjadi pokok akidah Ahlusunnah Waljama’ah. Akan tetapi, kedudukan sesorang sebagai ahlul bait dan keturunan nabi tidak serta merta menjadikan ia selalu benar dan harus diikuti. Apa yang ia lakukan, ucapan, dan ajakannya tidak serta merta begitu saja disambut dan dituruti. Harus ditimbang kembali dengan timbangan Al-Qur’an dan Hadits Nabi, tidak boleh taklid buta.

Nasab saja tidak menjamin keselamatan seorang. Dalilnya adalah sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah berdiri ketika diturunkan kepadanya ayat:

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan peringatkanlah keluargamu yang terdekat.(QS. Asy-Syu’araa’: 214).

Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

‘Wahai sekalian kaum Quraisy (atau ucapan semacamnya), peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat membela kalian sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, aku tidak dapat membela kalian sedikit pun di hadapan Allah. Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib aku tidak dapat membelamu sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Shofiyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat membelamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kamu mau dari hartaku, sungguh aku tidak dapat membelamu sedikit pun di hadapan Allah.’” (HR. Bukhari: 2753, Muslim: 206)

Dari hadits ini jelaslah bahwa memiliki hubungan nasab dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam namun menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah maka tidak memberi manfaat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan:

فَهَذَا كَلَامُ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَقَارِبِهِ الأَقْرَبِيْنَ: عَمِّهِ، وَعَمَّتِهِ، وَابْنَتِهِ؛ فَمَا بَالُكَ بِمَنْ هُمْ أَبْعَدُ؟!…. إِذْ الَّذِي يَنْفَعُ بِالنِّسْبَةِ لِلرَّسُولِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الإِيْمَانُ بِهِ وَاتِّبَاعُهُ

“Inilah ucapan Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada karib kerabat terdekatnya; paman, bibi, dan putrinya, lantas bagaimana lagi dengan mereka yang lebih jauh hubungan nasabnya?! Jadi, hubungan nasab ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang dapat memberi manfaat adalah apabila dibangun di atas keimanan dan ittiba’ (mengikuti ajaran beliau).” (Al-Qaulul Mufid: 1/296)

Oleh sebab itu, anggaplah jika seorang itu benar keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka tetap yang menjadi pedoman adalah kesesuaian amalannya dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Jika amalannya, ucapannya, seruannya malah menyelisihi tuntunan Rasulullah maka harus ditinggalkan tidak boleh diikuti, karena nasabnya tersebut saja tidak bisa menolong dirinya sendiri, apalagi diri kita.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

ربنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

اللهم احْمِنَا مِنْ هَذَا البَلاَءِ ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا هَذَا الوَبَاءَ

اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ، وَالجُنُونِ وَالجُذَامِ، وَسَيْئِ الأَسْقَامِ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن

Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi, Jum’at 28 November 2020M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !