Korbankan Dunia Untuk Akhirat

Pengorbanan itu ada, jika ingin akhirat maka harus korbankan dunia, sebaliknya jika hanya ingin dunia maka harus siap kehilangan akhirat. Artinya jika kita inginkan akhirat maka tahanlah diri dari syahwat yang diharamkan kemudian arahkan jiwa untuk melakukan ketaatan.

Di saat manusia bersenang-senang, kita harus berjuang. Mereka bebas melakukan apa saja, namun kita tidak. Ada banyak hal yang dilarang meski syahwat mencintai. Mereka berlibur namun kita harus datang ke majelis taklim untuk belajar. Mereka tidur, kita harus bangun untuk menunaikan kewajiban.

Hal inilah yang telah diingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkenan dengan larangan terhadap kaum laki-laki dalam hal memakai sutra pernah bersabda:

لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ

Janganlah kalian memakai sutra, karena barangsiapa yang memakainya di dunia tidak akan memakainya di akhirat.” (HR. Bukhari: 5834, Muslim: 2069)

Seorang yang cerdas tentu tidak akan mau mengorbankan kesenangan abadi yang sejati demi kesenangan yang semu dan menipu. Hanya karena ingin tampil gagah dan mewah ia kenakan kain sutra yang lembut dan mahal. Tidak demikan seorang muslim. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu pernah mengatakan:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا أَضَرَّ بِالآخِرَةِ ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ أَضَرَّ بِالدُّنْيَا ، يَا قَوْمُ ، فَأَضِرُّوا بِالْفَانِي لِلْبَاقِي

“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka pastilah dia akan mengorbankan kehidupan akhiratnya. Dan barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat, maka pasti dia akan mengorbankan kehidupan dunia. Wahai sekalian manusia, korbankanlah kehidupan yang fana untuk meraih kehidupan yang kekal abadi.” (Hilyah al-Auliya’: 1/138)

Oleh sebab itu, korbankanlah dunia ini demi menggapai kesenangan akhirat nan abadi. Tahan diri dari keharaman, paksa diri untuk melakukan ketaatan dan hal bermanfaat. Tidak lama hanya beberapa saat saja jika kita mau menimbang antara lamanya kita hidup di dunia dan akhirat.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !