Nafkahi Keluarga Sebelum Sedekah Pada Fakir Miskin

Riyadhush Shalihin Bab 36 – Nafkah Kepada Keluarga 

1/289 – Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Dinar (harta) yang kamu belanjakan di jalan Allah dan dinar (harta) yang kamu berikan kepada seorang budak wanita, dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin serta dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang paling besar ganjaran pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR. Muslim: 995)

2/290 – Dari Tsauban bin Bujdud ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang, ialah yang dinafkahkan untuk keluarganya, untuk ternak yang depeliharanya, untuk kepentingan membela agama Allah, dan nafkah untuk para sahabatnya yang berperang di jalan Allah.” (HR. Muslim: 994)

Faidah hadits:

1. Keutamaan infak kepada keluarga. Bahkan ini adalah nafkah wajib yang paling utama.

2. Infak kepada keluarga hukumnya fardhu ain sedangkan infak kepada selain keluarga hukumnya fardhu kifayah. Bahkan, ada yang tidak sampai fardhu, yaitu hanya sunnah saja. Dan fardhu ain lebih utama daripada fardhu kifayah dan sunnah, berdasarkan hadits qudsi, Allah berfirman:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

Dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan. (HR. Bukhari: 6502)

Hal ini untuk mengingatkan sebagian orang yang salah jalan, dimana mereka sangat antusias untuk mengerjakan yang sunnah tapi meninggalkan dan melupakan yang wajib. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

فتجده مثلا يحرص على الصدقة ويدع الواجب، يتصدق على مسكين أو ما أشبه ذلك ويدع الواجب لأهله، يتصدق على مسكين أو نحوه ويدع الواجب لنفسه، كقضاء الدين مثلا، تجد مدينا يطالبه صاحب الدين بدينه وهو لا يوفي، ويذهب يتصق على المساكين وربما يذهب للعمرة أو لحج التطوع وما أشبه ذلك ويدع الواجب، وهذا خلاف الشرع وخلاف الحكمة، فهو سفه في العقل وضلال في الشرع

Anda menemukan seorang misalnya yang antusias untuk bersedekah tapi dia meninggalkan yang wajib. Ia bersedekah kepada orang miskin atau yang semisal namun ia meninggalkan kewajiban nafkah untuk keluarganya. Ia bersedekah kepada orang miskin atau semisal namun meninggalkan kewajiban atas dirinya sendiri seperti misalnya membayar hutang.

Anda mendapati seorang yang berhutang ditagih oleh pihak pemberi hutang namun dia tidak membayarnya, namun justru ia malah bersedekah kepada orang-orang miskin, dan mungkin ia malah berangkat umrah atau haji sunnah dan yang semisalnya sedangkan dia meninggalkan yang wajib. Ini adalah perbuatan yang menyelisihi syari’at dan kebijaksanaan, dan ini adalah sebuah kebodohan dan kesalahan dalam beragama. (Syarh Riyadhu Ash-Shalihin: 3/158-159)

Oleh sebab itu seharusnya seseorang itu menaruh perhatian dulu kepada kewajiban-kewajiban yang ada pada dirinya baru setelah itu menunaikan yang sunnah. Nafkahi dulu keluarga baru bersedekah kepada orang lain.

Baca juga Artikel:

Nafkah Adalah Sedekah Yang Paling Utama

Ditulis di Jatimurni Bekasi, Sabtu 9 Jumadal Ula 1441H/ 4 Januari 2020M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !