Rezeki Kita Ada Di Langit Bukan Di Tempat Kerja

Betapa banyak di antara kita yang tidak ingin terlambat tiba di tempat kerja karena khawatir nanti gajinya dipotong akibat sanksi keterlambatan, namun biasa-biasa saja dan seolah tanpa beban jika terlambat shalat. Intinya, dalam masalah dunia kita berusaha maksimal tidak ingin kurang sedikit pun, namun dalam ibadah kita sangat mudah menyepelekan.

Padahal, rezeki kita ada di langit bukan di tempat kerja. Kerja itu hanya wasilah sedang rezeki ada di tangan Allah. Yang memberi kita makan, minum, pakaian dan tempat tinggal adalah Allah bukan perusahaan atau manusia. Itulah konsep yang harus kita tanamkan dalam diri, jika kita seorang yang beriman. Allah berfirman:

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ ، فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ

Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijadikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. (QS. Adz-Dzariyat: 21-22)

Bahkan tidak hanya manusia, semua makhluk sampai pun binatang yang melata rezeki mereka di langit. Allah yang menjaminnya, Allah berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada seekor binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya. (QS. Hud: 6)

Imam Al-Munawi rahimahullah mengatakan: Barang siapa yang tidak merasa tenang dengan jaminan-Nya, tidak puas dengan pembagian-Nya, tidak peduli dengan perintah, janji dan ancaman-Nya maka dia termasuk orang-orang yang celaka. Al-Hasan al-Bashri pernah mengatakan:

لَعَن َالله ُأَقوَامًا أَقسَم َلَهُم رَبُّهم فَلَم يُصَدِّقُوه

‘Allah melaknat kaum yang Rabb mereka bersumpah untuk mereka namun mereka tidak  membenarkan-Nya.’

Harm bin Hayyan bertanya kepada Ibn Adham: ‘Kemana engkau memerintahkanku untuk bermukim??’ Ibnu Adham menjawab dengan isyarat tangannya, ‘ke Syam.’ Harm kembali bertanya: ‘Bagaimana ma’isyah (penghidupan) di sana??’ Maka Ibrahim bin Adham pun mengatakan:

أُفً لِهَذِه ِالقُلُوب، ِلَقَد خَالَطَهَا الشَّك ُّفَمَا تَنفَعُهَا الموعِظَة!ُ

‘Ah, kasihan hati-hati ini, sungguh keraguan telah mencampurinya, tidak berguna lagi nasehat baginya.’” (Faidhul Qadir: 5/305-306 cet. Darul Ma’trifah tahun: 1391 H

Oleh sebab itu, mintalah rezeki kepada Allah. Pahamilah bahwa rezeki kita itu dilangit, di tangan Allah, bukan di tempat kerja dan tidak akan tertukar dengan orang lain. Yakinlah dengan janji Allah. Karenanya, jangan sampai dengan dalih mencari rezeki kita justru melupakan ibadah kepada Allah Dzat yang memberi rezeki.

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !