Rincian Hukum Menggambar atau Melukis

Seorang muslim harus menaruh perhatian terhadap hukum menggambar atau melukis, terlebih bagi yang memiliki bakat dan kesukaan (hobi) dalam hal ini. Dia harus punya ilmu agar tidak jatuh pada dosa besar. Sebab di antara jenis gambar atau lukisan ada yang hukumnya haram, sehingga orang yang menggambar atau melukisnya terancam adzab yang pedih di akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

 “Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang-orang yang suka menggambar.” (HR. Bukhari: 5950)

Dalam Riwayat lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْس يُعَذَّبُ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ

“Setiap mushawwir (pelukis) berada di dalam neraka, dan setiap gambar yang dibuatnya diberi nafas untuk menyiksa dirinya dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari: 2225, Muslim: 2110)

Oleh sebab itu wajib hukumnya bagi setiap muslim dan muslimah, terlebih bagi yang memang memiliki keahlian dan kesenangan (hobi) menggambar untuk mengetahuinya. Berikut adalah perincian hukum gambar yang disampaikan oleh Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah.

Beliau rahimahullah mengatakan, “Gambar ada beberapa keadaan:

Pertama, gambar bernyawa yang memiliki bayangan (3 dimensi) seperti patung, maka hukumnya ijma’ (sepakat) para ulama atas keharamannya. Karena ini dianggap menandingi ciptaan Allah, baik dengan disertai niat ataupun tidak. Karena menandingi ciptakan Allah tidak disyaratkan maksud/niat untuk masuk ke dalam hukum keharamannya.

Kedua, gambar bernyawa dengan garis dan warna (2 dimensi), hukumnya juga haram berdasarkan keumuman hadits an-Numruqah (bantal sandaran).

Dari’Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallahu ‘anhuma dia mengabarkan kepadanya bahwa dia telah membeli bantal yang ada gambarnya. Ketika Rasulullah ﷺ melihatnya Beliau berdiri di pintu dan tidak masuk ke dalam rumah. Maka aku mengerti dari wajah Beliau nampak ketidaksukaan. Maka aku katakan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاذَا أَذْنَبْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ هَذِهِ النُّمْرُقَةِ قُلْتُ اشْتَرَيْتُهَا لَكَ لِتَقْعُدَ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ وَقَالَ إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ

“Wahai Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya ﷺ, dosa apa yan telah aku perbuat?” Maka Rasulullah ﷺ berkata: “Mengapa bantal ini ada disini”. Aku berkata; “Aku membelinya untuk anda agar anda dapat duduk dan bersandar di atasnya”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat dan akan dikatakan kepada mereka; “hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan”. Dan Beliau juga bersabda: “Sesungguhnya rumah yang berisi gambar-gambar tidak akan dimasuki oleh Malaikat.” (HR. Bukhari: 2105)

Ketiga, mengambil gambar dengan sinar tertentu tanpa perubahan dan perbaikan dari yang mengambil gambar (seperti foto dengan kamera), maka ini adalah hal yang diperselisihkan oleh para ulama kontemporer:

Pendapat pertama, mengatakan itu adalah tashwir (gambar). Karena gerakan dari pelaku terhadap alat itu dianggap sebagai menggambar. Jika bukan karena gerakannya maka tentu tidak akan tercetak gambar ini diatas kertas. Sedangkan kita sepakat bahwa apa yang ada di kertas ini sebagai sebuah gambar. Maka gerakannya dianggap sebagai menggambarkan sehingga masuk kedalam keumuman hukum keharamannya.

Pendapat kedua, hal ini bukan tashwir. Karena tashwir merupakan perbuatan mushawwir (orang yang menggambar). Orang inibpada hakikatnya tidak menggambar, ia hanya mengambilnya dengan menggunakan alat.

Dan yang lebih menjelaskan hal itu, jika dimasukkan sebuah buku ke dalam alat tashwir (fotocopy) kemudian keluar dari alat tersebut maka gambar (pola) huruf berasal dari penulis buku yang pertama bukan yang orang yang mengoperasikan alat. Dengan dalil, terkadang alat tersebut dapat dioperasikan oleh seorang yang tidak bisa baca tulis atau orang yang buta. Pendapat ini lebih dekat kepada kebenaran.

Tinggal pertanyaan, apakah boleh ataukah tidak perbuatan ini? Jawabannya : Apabila untuk tujuan haram maka hukumnya haram. Apabila untuk hal yang mubah maka hukumnya mubah karena wasilah mengikuti hukum tujuan.

Keempat, menggambar sesuatu yang tidak memiliki ruh, hal ini ada dua jenis:

Jenis pertama, sesuatu yang dibuat oleh manusia seperti seorang menggambar mobil maka hukumnya boleh.

Jenis kedua, sesuatu yang diciptakan oleh Allah, maka ini ada dua macam:

1. Sesuatu yang tidak tumbuh berkembang seperti gunung, laut, sungai, batu, dst maka ini boleh dengan kesepakatan para ulama.

2. Sesuatu yang tumbuh berkembang seperti pohon, padi, gandum, dst maka ini diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi jumhur (mayoritas) ulama membolehkannya.

Referensi: Diringkas dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam kitab Al-Qaulul Mufid: 2/438-441 silahkan rujuk kesana untuk membaca penjelasan lengkap beliau rahimahullah.

Demikianlah perincian hukum menggambar atau melukis. Semoga menambah ilmu kita dan dapat kita amalkan dalam kehidupan sehingga kita terhindar dari dosa. Amin

Baca juga Artikel:

KITABUT TAUHID BAB 61 – Para Penggambar (Pelukis) Makhluk Bernyawa

Selesai disusun di Jatimurni, Selasa 9 Dzul Qa’dah 1441H/ 30 Juni 2020M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !