Syarhus Sunnah – #20 Akidah Ahlussunnah Seputar Sahabat Nabi

Pada bagian ini Imam Al-Muzani memaparkan tentang akidah Ahlussunnah seputar Sahabat Nabi

Imam Al-Muzani mengatakan:

وَيُقَالُ بِفَضْلِ خَلِيْفَةِ رَسُولِ اللهِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيقِ فَهُوَ أَفْضَلُ الْخَلْقِ وَأَخْيَرُهُمْ بَعْدَ النَّبِيِّ وَنُثَنِّي بَعْدَهُ بِالفَارُوقِ وَهُوَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَهُمَا وَزِيْرَا رَسُولِ الله n وَضَجِيْعَاهُ فِي قَبْرِهِ ، وَنُثَلِّثُ بِذِي النُّورَيْنِ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ ، ثمَّ بِذِي الْفَضْلِ وَالتُّقَى عَليَِّ بنِ أِبِي طَالِبِ أَجْمَعِينَ ، ثُمَّ البَاقِينَ مِنَ الْعَشْرَةِ الَّذِينَ أَوْجَبَ لَهُم رَسُول الله الْجنَّةَ وَنُخْلِصُ لِكُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ مِنَ الْمَحَبَّةِ بِقَدْرِ الَّذِي أَوْجَبَ لَهُمْ رَسُولُ الله مِنَ التَّفْضِيلِ ، ثُمَّ لِسَائِرِ أَصْحَابِهِ مِنْ بَعْدِهِمْ  أَجْمَعِينَ وَيُقَالُ بِفَضْلِهِمْ وَيُذْكَرُوْنَ بِمَحَاسِنِ أَفْعَالِهِمْ ، وَنُمْسِكُ عَنِ الْخَوْضِ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ، فَهُمْ خِيَارُ أَهْلِ الأَرْضِ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ اِرْتَضَاهُمُ اللهُ لِنَبِيِّهِ ، وَخَلَقَهُمْ أَنْصَارًا لِدِيْنِهِ ، فَهُمْ أَئِمَّةُ الدِّينِ وَأَعْلَامُ الْمُسْلِمِينِ أَجْمَعِينَ

Menyatakan keutamaan Khalifah (pengganti) Rasulullah n yaitu Abu Bakar As-Siddiq a, ia adalah manusia yang paling mulia dan terbaik setelah Nabi. Kita urutkan yang kedua setelahnya yaitu Al-Faruq Umar bin Al-Khaththab a. Keduanya adalah adalah orang dekatnya Rasulullah n, yang bersebelahan kuburnya. Kita urutkan yang ketiga yaitu Dzun Nurain Utsman bin Affan a, kemudian setelahnya yaitu pemilik kemulian dan ketakwaan Ali bin Abi Thalib a, semoga Allah meridhai mereka semuanya. Kemudian setelah itu, yang sisa dari sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah n. Kita memurnikan kecintaan kepada setiap mereka dengan kadar kemulian yang telah Rasulullah n tetapkan bagi mereka. Kemudian kepada seluruh sahabat beliau setelah mereka, semoga Allah meridhai mereka semua.Menyatakan keutamaan mereka, menyebut kebaikan amal-amal mereka serta menahan diri untuk tidak mem-bicarakan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Mereka adalah penduduk bumi terbaik setelah Nabi n. Allah ridhai mereka sebagai sahabat Nabi-Nya, Allah  jadikan mereka sebagai penolong agama-Nya. Mereka adalah para iman (panutan) agama dan pemimpin kaum muslimin. Semoga Allah meridhai mereka semuanya.

Pelajaran Berharga dan Penjelasan

Para ulama telah membuat suatu patokan bahwa yang dimaksud dengan sahabat adalah:

من لَقِيَ النبيَّ ﷺ مُؤْمِنًا وَلَوْ لَحْظَةً ، وَمَاتَ عَلَى ذَلِكَ

Orang yang bertemu dengan Nabi meski sesaat beriman dan meninggal dalam keimanannya.[1]

Tiga golongan manusia terkait sahabat Nabi

Terkait dengan sikap terhadap para sahabat Nabi, manusia terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:[2]

Pertama, Rafidhah (Syi’ah) yang mana mereka ghuluw mencintai dan mengagungkan para sahabat yang termasuk Ahlul Bait (keluarga) Nabi terutama Ali bin Abi Thalib. Namun bersamaan dengan hal itu mereka membenci mayoritas para sahabat termasuk di antaranya Abu Bakar dan Umar, sebab menurut keyakinan mereka dua orang sahabat ini telah merampas kekhilafahan dari tangan Ali bin Abi Thalib.

Kedua, Nawashib yaitu golongan yang bertolak belakang dari golongan pertama yang mana mereka justru membenci bahkan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib. Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang Khawarij.

Ketiga, Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mana mereka bersikap pertengahan; mencintai semua para sahabat baik yang termasuk Ahlul Bait mau pun yang tidak, akan tetapi tidak sampai ghuluw. Menempatkan setiap sahabat pada tempat kemuliannya masing-masing sesuai dengan tuntunan dalil.

Dari ucapan Imam Al-Muzani ini ada beberapa faidah dan pelajaran berharga yang dapat kita petik, yaitu:

Pelajaran Pertama: Kemuliaan para sahabat bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat keimanan mereka.

Derajat kemulian para sahabat tidak sama. Ada banyak hal yang menjadikan sebagian dari mereka lebih mulia dan utama dibanding yang lain. Allah berfirman:

لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (QS. Al-Hadid: 10)

Urutan Kemuliaan Sahabat Nabi

Urutan kemulian sahabat harus berdasar kepada dalil bukan kepada hawa nafsu. Setelah melihat banyak dalil Imam Al-Muzani menyebutkan bahwa urutan kemulian para sahabat yaitu:

Pertama, Abu Bakar As-Shiddiq

Hal ini berdasarkan banyak dalil diantaranya, sebuah riwayat Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata,

خَطَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقُلْتُ فِي نَفْسِي مَا يُبْكِي هَذَا الشَّيْخَ إِنْ يَكُنْ اللَّهُ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الْعَبْدَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا قَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ لَا تَبْكِ إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبُو بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا مِنْ أُمَّتِي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلَّا سُدَّ إِلَّا بَابُ أَبِي بَكْرٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan khutbahnya, “Sesungguhnya Allah telah menawarkan kepada seorang hamba untuk memilih antara dunia dan apa yang ada di sisi-Nya. Kemudian hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah.” Maka tiba-tiba Abu Bakar Ash Shidiq menangis. Aku berpikir dalam hati, apa yang membuat orang tua ini menangis, hanya karena Allah menawarkan kepada seorang hamba untuk memilih antara dunia dan apa yang ada di sisi-Nya lalu hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah?” Dan ternyata Rasulullah n adalah yang dimaksud hamba tersebut. Dan Abu Bakr adalah orang yang paling memahami isyarat itu. Kemudian beliau berkata: “Wahai Abu Bakar, jangalah kamu menangis. Sesungguhnya manusia yang paling terpercaya di hadapanku dalam persahabatannya dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil kekasih dari ummatku, tentulah Abu Bakar orangnya. Akan tetapi yang ada adalah persaudaraan Islam dan berkasih sayang dalam Islam. Sungguh, tidak ada satupun pintu di dalam Masjid yang tersisa melainkan akan tertutup kecuali pintunya Abu Bakar.”[3]

Dari Jubair bin Muth’im a, ia berkata;

أَتَتْ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُولُ الْمَوْتَ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ

“Ada seorang wanita datang menemui Nabi n lalu beliau memerintahkan wanita itu agar kembali di lain waktu. Lalu wanita itu bertanya; “Seandainya aku datang nanti tapi tidak menemukan baginda?”. Wanita itu sepertinya berkata tentang kematian (khawatir bila menjemput beliau). Maka n berkata: “Jika kamu tidak menemukan aku lagi, maka temuilah Abu Bakr”.[4]

Kedua, Umar bin Al-Khattab

Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Amru bin Ash, ia berkata: Rasulullah n pernah mengutusnya untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam perang Dzatus Salasil. Aku menemui Rasulullah seraya bertanya;

أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالًا فَسَكَتُّ مَخَافَةَ أَنْ يَجْعَلَنِي فِي آخِرِهِمْ

Ya Rasulullah, siapakah orang yang engkau cintai? Rasulullah menjawab; ‘Aisyah.’ Lalu saya tanyakan lagi; Kalau dari kaum laki-laki, siapakah orang yang paling engkau cintai? Rasulullah n menjawab: ‘Ayah Aisyah (Abu Bakr).’ saya bertanya lagi; lalu siapa? Rasulullah menjawab: ‘Umar bin Khaththab.’ Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu aku pun diam karena aku takut termasuk orang yang paling terakhir.’[5]

Terkait dengan dua sahabat yang mulia ini yaitu Abu Bakar dan Umar, banyak sekali dalil yang menunjukkan akan keutamaan mereka secara khusus. Di samping hadits di atas, Rasulullah n juga pernah bersabda:

اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي مِنْ أَصْحَابِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ

“Teladanilah dua orang setelahku dari sahabat-sahabatku, (yaitu) Abu Bakar dan Umar.”[6]

Hal ini untuk membantah keyakinan orang-orang Syi’ah yang sangat membenci kedua sahabat ini. Padahal, Ali bin Abi Thalib, sosok yang diagung-agungkan oleh kaum Syi’ah sendiri justru secara tegas mengatakan akan keutamaan Abu Bakar dan Umar. Ali bin Abi Thalib pernah ditanya oleh anaknya yang bernama Muhammad Al-Hanafiyyah:

Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah? Beliau menjawab: Abu Bakar. Aku Kembali bertanya: kemudian siapa?’ beliau menjawab: ‘Umar.’ Aku khawatir ia akan berkata Utsman sehingga aku pun berkata: ‘Kemudian engkau?’ Beliau menjawab: ‘Aku hanyalah seorang laki-laki (biasa) dari kaum muslimin.’[7]

Bahkan Ali a mengancam akan menghukum orang-orang yang lebih mengutamakan dirinya dari Abu Bakar dan Umar. Dalam sebuah atsar beliau mengatakan:

“Sampai kepadaku sebuah kabar bahwa ada sekelompok orang yang lebih mengutamakanku dari Abu Bakar dan Umar. Tidak  ada seorang pun yang lebih mengutamakanku dari Abu Bakar dan Umar melainkan akan aku cambuk dia dengan cambukan untuk seorang pendusta.”[8]

Kemudian setelah Abu Bakar dan Umar, urutan ketiga dan keempat adalah Utsman bin Affan dan  Ali bin Abi Thalib. Urutan kemulian keempat sahabat ini sesuai dengan urutan kekhilafahan mereka. Keempat sahabat inilah yang disebutkan dalam hadits, dimama Rasulullah n bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada pemimpin) sekalipun ia seorang budak Habsyi. Sebab, barang siapa yang hidup setelahku (berumur panjang) niscaya akan melihat (mendapati) perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan juga sunnah Khulafa’ ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan geraham dan hati-hatilah dengan perkara yang baru. Karena setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.”[9]

Setelah keempat sahabat tersebut maka kemudian sisa dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga yaitu Abu Ubaidah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’id bin Zaid. Rasulullah n bersabda:

 أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ

“Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubeir masuk surga, Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah bin Jarah masuk surga.”[10]

Abdurrahman Ibnul Akhnas bercerita bahwa ketika ia sedang berada di masjid, lalu ada seorang laki-laki menyebutkan tentang Ali (mencelanya), maka Sa’id bin Zaid berdiri dan berkata,

أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي سَمِعْتُهُ وَهُوَ يَقُولُ عَشْرَةٌ فِي الْجَنَّةِ النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ مَالِكٍ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَلَوْ شِئْتُ لَسَمَّيْتُ الْعَاشِرَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَسَكَتَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَقَالَ هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ

“Aku bersaksi atas Rasulullah n bahwa aku mendengar beliau bersabda: “Ada sepuluh orang (akan) masuk surga (tanpa hisab) ‘ Nabi berada di surga, Abu Bakar berada di surga, Umar berada di surga, Utsman berada di surga, Ali berada di surga, Thalhah berada di surga, Az Zubair Ibnul Awwam berada di surga, Sa’d bin Malik berada di surga, Abdurrahman bin Auf berada di surga.” (Said bin Zaid berkata;) dan jika aku mau maka akan aku sebutkan yang kesepuluh.” Abdurrahman berkata, “Orang-orang lalu bertanya, “Siapa orangnya?” Sa’id diam. Abdurrahman berkata, “Orang-orang bertanya lagi, “Siapa orangnya?” Sa’id menjawab, “Dia adalah Sa’id bin Zaid.”[11]

Kemudian setelah sepuluh orang sahabat tadi barulah seluruh sahabat hal ini berdasarkan firman Allah:

 وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)

Rasulullah bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الًّذِينَ يَلُوْنَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang hidup di zamanku, kemudian setelahnya dan kemudian yang setelahnya.[12]

Pelajaran Kedua: Wajib mencintai para sahabat nabi, menyebutkan kebaikan serta menutupi aib mereka.

Para sabahabat Nabi meski juga manusia biasa yang tidak lepas dari cela dan dosa, akan tetapi mereka memiliki keutamaan yang tidak dimilki oleh generasi yang lain.  Oleh karena itulah syariat memerintahkan untuk mencintai mereka serta malarang mem-benci dan mencaci maki mereka. Dari Abu Sa’id, dia berkata

كَانَ بَيْنَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَبَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ شَيْءٌ فَسَبَّهُ خَالِدٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Suatu ketika antara Khalid bin Walid dan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf ada sedikit permasalahan. Lalu Khalid mencelanya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian mencela seseorang dari sahabatku, karena sesungguhnya seseorang dari kalian seandainya menginfakkan emas sebesar gu-nung Uhud maka ia tidak akan dapat menandingi satu mud atau setengahnya dari apa yang telah diinfakkan para sahabatku.’[13]

Di dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda:

إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوْا

Apabila disebutkan (aib) sahabat-sahabatku maka tahanlah diri kalian.[14]

Abdullah bin Abbas a pernah mengatakan:

لَا تَسُبُّوْا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ ، فَلَمَقَامُ أَحَدِهِمْ سَاعَةً يَعْنِي مَعَ النَّبِي ﷺ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِ أَحَدِكُمْ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً

Janganlah kalian mencela para sahabat Muhammad, kedudukan mereka bersama Nabi sesat saja lebih baik dari amalan shalih kalian selama 40 tahun.[15]

Oleh karena itulah, manusia yang baik adalah orang-orang yang menahan diri dari aib para sahabat nabi, mendo’akan kebaikan dan memohonkan ampunan buat mereka, sebagai-mana firman Allah:

   وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hasyr: 10)

Pelajaran Ketiga: Para sahabat nabi adalah panutan dalam beragama.

Para sahabat nabi adalah orang-orang yang wajib dijadikan teladan dalam hidup beragama. Karena mereka adalah generasi pilihan yang hidup berbaur bersama Nabi terakhir. Mereka menyaksikan secara langsung wahyu yang turun dari langit, mendengar langsung wahyu itu dan penjelasannya dari Nabi, sehingga merekalah generasi yang paling paham terhadap agama.

Mereka adalah generasi yang dijamin selamat, kaki mereka masih menyentuh tanah dunia akan tetapi nama mereka telah tercatat sebagai penduduk surga. Ibarat seorang yang menga-rungi hutan belantara, jika ia ingin selamat tentu hendaknya ia harus mengikuti dan menempuh jalan orang-orang yang telah pernah mengarunginya dan selamat. Dunia ini ibarat belantara yang lebat dan menyesatkan, kita yang ditakdirkan mengarunginya hari ini, jika ingin selamat maka titilah jalan para sahabat, generasi yang telah selamat. Oleh karena itulah, syari’at memerintahkan untuk mengikuti mereka dalam beragama, sebagaimana firman Allah:

 وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa’: 115)

Allah juga berfirman:

 وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)

Baca juga Artikel

Syarhus Sunnah Imam Al-Muzani

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

_________________________________

[1]        Al-Ishabah: 1/7, At-Taudhihat Al-Jaliyyah: 3/1207

[2]        Lihat At-Taudhihat al-Jaliyyah: 3/1209

[3]        HR. Bukhari: 466, Muslim: 2382

[4]        HR. Bukhari: 3659, Muslim: 1857

[5]        HR. Bukhari: 4358, Muslim: 2384

[6]        HR. Tirmidzi: 3805, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi

[7]        Diriwayatkan oleh Bukhari: 4628

[8]        Ahmad dalam Fadhail As-Shahabah: 387, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilal al-Jannah: 2/479

[9]        HR. Abu Dawud: 4609 Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 42

[10]       HR. Tirmidzi: 3747, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: 50

[11]       Abu Dawud: 4649

[12]       HR. Bukhari: 2651, Muslim: 2535

[13]       HR. Bukhari: 3673, Muslim: 2541

[14]       HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir: 10448, Ash-Shahihah: 34

[15]       Diriwayatkan oleh Ibnu Manjah: 162, Ahmad dalam Fadhail Ash-Shahabah: 1729

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !