Ibadah Tanpa Ikhlas dan Iqtida’
Pada hakikatnya di dunia ini kita adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju Allah. Ibadah adalah bekal yang kita siapkan. Namun jika ibadah tersebut tidak benar maka keadaan kita persis seperti permisalan yang disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau pernah mengatakan:
العَمَلُ بِغَيْرِ إِخْلَاصٍ وَلَا اِقْتِدَاءٍ كَالمُسَافِرِ يَمْلَأُ جِرَابَهُ رَمْلاً يُثْقِلُهُ وَلَا يَنْفَعُهُ
“Beramal tanpa ikhlas dan iqtida’ seperti seorang musafir yang memenuhi tasnya dengan pasir, memberatkannya dan tidak memberikan manfaat kepadanya.” (al-Fawa’id: 66)
Demikianlah, perumpamaan seorang yang beribadah tanpa keikhlasan dan iqtida’ (mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam), amalannya justru menjadi mudharat bagi dirinya. Karena syarat diterimanya sebuah amal ibadah ada dua; Pertama adalah ikhlas, Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5)
Kemudian syarat yang kedua adalah iqtida’ atau mutaba’ah yaitu mengikuti tuntunan atau tata cara ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau pernah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim: 1718)
Jika amalan tidak memenuhi dua syarat ini maka ia tidak akan diterima Allah, ia tak ubahnya pasir kerikil yang dimasukkan ke dalam tas musafir. Justru memberatkan dan memudharatkan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, ketika beramal ibadah hendaknya kita memperhatikan dua syarat ini. Jangan pernah mau mengisi tas perbekalan kita dengan pasir batu.
3 Comments