KITABUT TAUHID BAB 61 – Para Penggambar (Pelukis) Makhluk Bernyawa

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللهُ : وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِيْ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً، أَوْ لِيْخْلُقُوْا حَبَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً

“Allah berfirman: “Dan tiada seseorang yang lebih dzalim dari pada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, oleh karena itu. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.” (HR. Bukhari: 5953, Muslim: 2111)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah, radhiallahuanha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهِئُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ

“Manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan makhluk Allah.” (HR. Bukhari: 2479, Muslim: 2107)

Sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْس يُعَذَّبُ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ

“Setiap mushawwir (pelukis) berada di dalam neraka, dan setiap gambar yang dibuatnya diberi nafas untuk menyiksa dirinya dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari: 2225, Muslim: 2110)

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam hadits yang marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فيِ الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

“Barangsiapa yang membuat rupaka di dunia, maka kelak (pada hari kiamat) ia akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalam rupaka yang dibuatnya, namun ia tidak bisa meniupkannya.” (HR. Bukhari: 5963, Muslim:2110)

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Al Hayyaj, ia berkata: sesungguhnya Ali bin Abi Thalib berkata kepadaku:

أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِيْ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ أَنْ لاَ تَدَعَ صُوْرَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Maukah kamu aku utus untuk suatu tugas sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusku untuk tugas tersebut? Yaitu: janganlah kamu biarkan ada sebuah rupaka tanpa kamu musnahkan, dan janganlah kamu biarkan ada sebuah kuburan yang menonjol kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim: 969)

Kandungan bab ini:

1. Ancaman berat bagi para perupa makhluk yang bernyawa.
2. Hal itu disebabkan karena tidak berlaku sopan santun kepada Allah, sebagaimana firman Allah: “Dan Tiada seseorang yang lebih dzalim dari pada orang yang menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku”.
3. Firman Allah: “Maka cobalah mereka ciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.” Menunjukkan kekuasaan Allah, dan kelemahan manusia.
4. Ditegaskan dalam hadits bahwa para perupa adalah manusia yang paling pedih siksanya.
5. Allah akan membuat ruh untuk setiap rupaka yang dibuat guna menyiksa perupa tersebut dalam neraka Jahannam.
6. Perupa akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalam rupaka yang dibuatnya.
7. Perintah untuk memusnahkan rupaka apabila menjumpainya.

_______________________

Munasabah bab dengan Kitabut Tauhid

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: Manakala gambar merupakan wasilah (perantara) kesyirikan yang bertolak belakang dengan tauhid maka cocok sekali penulis membuat bab ini untuk menjelaskan keharamnya sekaligus menyebutkan dalil-dalil berupa ancaman keras dalam hal ini. (Al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 397)

Hukum gambar/lukisan

Gambar ada beberapa keadaan:

Pertama, gambar bernyawa yang memiliki bayangan (3 dimensi) seperti patung, maka hukumnya ijma’ para ulama atas keharamannya. Karena ini dianggap menandingi ciptaan Allah, baik dengan disertai niat ataupun tidak. Karena menandingi ciptakan Allah tidak disyaratkan maksud/niat untuk masuk ke dalam hukum keharamannya.

Kedua, gambar bernyawa dengan garis dan warna (2 dimensi), hukumnya juga haram berdasarkan keumuman hadits an-Numruqah (bantal sandaran).

Dari’Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallahu ‘anhuma dia mengabarkan kepadanya bahwa dia telah membeli bantal yang ada gambarnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya Beliau berdiri di pintu dan tidak masuk ke dalam rumah, Maka aku mengerti betapa dari wajah Beliau nampak ketidak sukaan. Maka aku katakan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاذَا أَذْنَبْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ هَذِهِ النُّمْرُقَةِ قُلْتُ اشْتَرَيْتُهَا لَكَ لِتَقْعُدَ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ وَقَالَ إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ

“Wahai Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dosa apa yan telah aku perbuat?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Mengapa bantal ini ada disini”. Aku berkata; “Aku membelinya untuk anda agar anda dapat duduk dan bersandar di atasnya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat dan akan dikatakan kepada mereka; “hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan”. Dan Beliau juga bersabda: “Sesungguhnya rumah yang berisi gambar-gambar tidak akan dimasuki oleh Malaikat.” (HR. Bukhari: 2105)

Ketiga, mengambil gambar dengan sinar tertentu tanpa perubahan dan perbaikan dari yang mengambil gambar, maka ini adalah hal yang diperselisihkan oleh para ulama kontemporer:

Pendapat pertama, mengatakan itu adalah tashwir (gambar). Karena gerakan dari pelaku terhadap alat itu dianggap sebagai menggambar. Jika bukan karena gerakannya maka tentu tidak akan tercetak gambar ini diatas kertas. Sedangkan kita sepakat bahwa apa yang ada di kertas ini sebagai sebuah gambar. Maka gerakannya dianggap sebagai menggambarkan sehingga masuk kedalam keumuman hukum keharamannya.

Pendapat kedua, hal ini bukan tashwir. Karena tashwir merupakan perbuatan mushawwir (orang yang menggambar). Orang inibpada hakikatnya tidak menggambar, ia hanya mengambilnya dengan menggunakan alat.

Dan yang lebih menjelaskan hal itu, jika dimasukkan sebuah buku ke dalam alat tashwir (fotocopy) kemudian keluar dari alat tersebut maka gambar (pola) huruf berasal dari penulis buku yang pertama bukan yang orang yang mengoperasikan alat. Dengan dalil, terkadang alat tersebut dapat dioperasikan oleh seorang yang tidak bisa baca tulis atau orang yang buta. Pendapat ini lebih dekat kepada kebenaran.

Tinggal pertanyaan, apakah boleh ataukah tidak perbuatan ini? Jawabannya : Apabila untuk tujuan haram maka hukumnya haram. Apabila untuk hal yang mubah maka hukumnya mubah karena wasilah mengikuti hukum tujuan.

Keempat, menggambar sesuatu yang tidak memiliki ruh, hal ini ada dua jenis:

Jenis pertama, sesuatu yang dibuat oleh manusia seperti seorang menggambar mobil maka hukumnya boleh.

Jenis kedua, sesuatu yang diciptakan oleh Allah, maka ini ada dua macam:

1. Sesuatu yang tidak tumbuh berkembang seperti gunung, laut, sungai, batu, dst maka ini boleh dengan kesepakatan para ulama.

2. Sesuatu yang tumbuh berkembang seperti pohon, padi, gandum, dst maka ini diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi jumhur (mayoritas) ulama membolehkannya.

Diringkas dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam Al-Qaulul Mufid: 2/438-441 silahkan rujuk kesana untuk membaca penjelasan lengkap beliau rahimahullah.

Sebab diharamkannya gambar (lukisan)

1. Mudhahah (menyerupai) ciptaan Allah, seolah-olah dia menandingi perbuatan Allah. Hal haram ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللهُ : وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِيْ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً، أَوْ لِيْخْلُقُوْا حَبَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً

“Allah berfirman: “Dan tiada seseorang yang lebih dzalim dari pada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, oleh karena itu. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.” (HR. Bukhari: 5953, Muslim: 2111)

Juga hadits dari Aisyah, radhiallahuanha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهِئُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ

“Manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan makhluk Allah.” (HR. Bukhari: 2479, Muslim: 2107)

Mudhahah (tasyabbuh/menyerupai) dilarang meskipun pelakunya tidak memiliki maksud.

2. Wasilah menuju kesyirikan

Dalam shahih Bukhari ada satu riwayat dari Ibnu Abbas yang menjelaskan tentang firman Allah:

وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: “janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Tuhan-tuhan kamu, dan janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr.”(QS. Nuh: 23).

Beliau (Ibnu Abbas) mengatakan: “Ini adalah nama orang-orang shaleh dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka meniggal dunia, syetan membisikkan kepada kaum mereka agar membuat patung-patung mereka yang telah meninggal di tempat-tempat dimana, disitu pernah diadakan pertemuan-pertemuan mereka, dan mereka disuruh memberikan nama-nama patung tersebut dengan nama-nama mereka, kemudian orang-orang tersebut menerima bisikan syetan, dan saat itu patung-patung yang mereka buat belum dijadikan sesembahan, baru setelah para pembuat patung itu meninggal, dan ilmu agama dilupakan, mulai saat itulah patung-patung  tersebut disembah.” (HR. Bukhari: 4920)

Ibnul Qayyim berkata: “Banyak para ulama salaf mengatakan: “setelah mereka itu meninggal, banyak orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi kuburan mereka, lalu mereka membuat patung-patung mereka, kemudian setelah waktu berjalan beberapa lama akhirnya patung-patung tersebut dijadikan sesembahan”.

3. Fitnah syahwat

Hukuman bagi para penggambar (pelukis) makhluk bernyawa

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, Hukuman para penggambar adalah sebagai berikut:
1. Mereka adalah diantara manusia yang paling pedih adzabnya
2. Allah akan menjadikan setiap gambarnya bernyawa sehingga ia diadzab dengan gambarnya itu dihari kiamat.
3. Dia diperintahkan untuk meniupkan ruh pada gambarnya tersebut sedangkan ia tidak mampu melakukan itu.
4. Dia akan dimasukkan ke neraka
5. Dia dilaknat sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi Juhaifah dalam shahih Bukhari. (Al-Qaulul Mufid: 449)

Rumah yang ada gambar bernyawa tidak dimasuki Malaikat

Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ

“Sesungguhnya rumah yang berisi gambar-gambar tidak akan dimasuki oleh Malaikat.” (HR. Bukhari: 2105)

Perincian hukum penggunaan gambar

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, faidah yang dapat diambil dari hadits Ali radhiyallahu anhu yaitu ucapan beliau:

أَنْ لاَ تَدَعَ صُوْرَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا

“Janganlah kamu biarkan ada sebuah gambar tanpa kamu hapus (hilangkan).” (HR. Muslim: 969)

Bahwa tidak boleh menggunakan gambar, dan hal ini ada perinciannya:

Pertama, digunakan untuk mengagungkan gambar seperti karena gambar itu adalah gambar orang yang memiliki kekuasaan, kedudukan, ilmu, ibadah, nenek moyang, atau semisalnya. Maka ini hukumnya haram tanpa diragukan lagi dan malaikat tidak akan masuk ke rumah yang ada gambar seperti ini. Karena mengagungkan orang-orang yang memiliki kekuasaan dengan menggunakan gambar mereka adalah sebuah bentuk kerusakan dari sisi Rububiyah dan mengagungkan orang-orang yang memiliki kelebihan dalam ibadah melalui gambar mereka adalah sebuah bentuk kerusakan dari sisi Uluhiyyah.

Kedua, menggunakan gambar untuk bersenang-senang atau menikmatinya, maka ini juga haram karena terdapat fitnah (kerusakan) yang akan mengantarkan pada akhlak yang buruk.

Ketiga, menggunakan gambar sebagai kenangan berkaitan dengan hati dan perasaan. Seperti seorang yang menggambar (melukis) anak-anak mereka yang masih kecil untuk dikenang ketika mereka telah dewasa, hal ini juga haram karena termasuk kedalam ancaman yang disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ

“Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke rumah yang didalamnya terdapat gambar.” (HR. Bukhari:4/83, Muslim: 3/1669)

Keempat, gambar yang digunakan bukan karena keinginan untuk menggunakannya akan tetapi sebagai pengikut kepada sesuatu yang lain seperti gambar yang ada di majalah, koran yang penggunanya sebenarnya tidak bermaksud menggunakan gambar, yang dia inginkan dari majalah dan koran ini sebenarnya hanya berita dan pembahasan ilmiah, atau semisalnya. Secara zhahir hal ini tidak mengapa karena gambar didalamnya itu bukan tujuan. Akan tetapi jika memungkinkan untuk menghapusnya tanpa kesulitan maka tentu lebih utama.

Kelima, gambar yang digunakan dalam konteks penghinaan yang dibuang di tong sampah, digunakan sebagai alas, atau yang diinjak, maka hal ini tidak mengapa menurut jumhur ulama. Tapi apakah bisa dimasukkan dalam hal ini pakaian bergambar, karena gambar disana dapat dihinakan terlebih lagi apabila pakaian itu berupa pakaian dalam? Jawabannya, tidak dapat dimasukkan ke hukum ini. Bahkan pakaian (baju) yang bergambar haram dipakai, baik bagi anak-anak maupun dewasa. Tidak bisa juga diikutkan dengan hukum alas tidur atau sejenisnya dikarenakan sangat jelasnya perbedaan keduanya. Dan para ulama fikih telah menegaskan tentang keharaman pakaian yang bergambar, sama saja apakah kemeja, celana, sorban atau lainnya.

Keenam, gambar yang digunakan untuk sebagai acuan seperti gambar pada kartu data diri, persaksian atau uang maka tidak berdosa karena tidak mungkin untuk menghindarinya, sedangkan Allah telah berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Haj: 78)

Disadur dari penjelasan beliau dalan Al-Qaulul Mufid : 2/450-451 dengan sedikit meringkas

Hukum mengunakan emoticon dalam aplikasi chat

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama, emoticon haram dianggap sebagai gambar. Di antara dalilnya yaitu hadist Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصورة الرأس فإذا قُطِع الرأس فلا صورة

“Gambar itu kepala, jika dipotong kepala maka tidak ada gambar.” (HR. Al-Isma’ili di dalam Mu’jamnya, dari Ibnu ‘Abbas, dishahihkan Syeikh Al-Albany di Ash-Shahihah 4/554)

Di dalam hadist ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ada tidaknya kepala sebagai ukuran boleh tidaknya keberadaan gambar mahluk bernyawa. Jika kepalanya ada maka tidak boleh, dan jika kepalanya tidak ada maka boleh. baca selengkapanya disini

Kedua, boleh karena emoticon itu tidak bisa dikatakan wajah, buktinya tidak ada hidungnya. Diantara ulama yang membolehkan adalah Syaikh Sa’ad Al-Khatslan hafizhahullah.

Namun meski pendapat yang lebih kuat bahwa emoticon bukan gambar, lebih baik ditinggalkan, hal ini berdasarkan kaidah fikih:

الخروج من الخلاف أولى

Keluar dari khilaf lebih utama.

Lihat keterangan Ustadz Dr. Firanda di: Hukum Menggunakan Smile atau Ekspresi Wajah

Apalagi bagi ahlul muru’ah (orang-orang yang memiliki kewibawaan) seperti seorang ustadz, penuntut ilmu, orang-orang yang dihormati di masyarakat, dst, maka tidak layak mengunakan emoticon ini dalam percakapan mereka karena hal itu akan menurunkan derajat muru’ah, sebagaimana keterangan dari Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily hafizhahullah, silahkan lihat penjelasan beliau disini

Baca juga Artikel:

KITABUT TAUHID BAB 19 – Penyebab Utama Kekafiran Adalah Ghuluw Dalam Mengagungkan Orang-orang Shalih

Selesai ditulis di rumah kontrakan Komplek Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Bekasi, Kamis, 12 Jumadal Akhir 1441H/ 6 Februari 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja untuk dapatkan artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !