KITABUT TAUHID BAB 21 – Berlebih-lebihan Terhadap Kuburan Orang-orang Shalih Menjadi Penyebab Dijadikannya Sesembahan Selain Allah

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan: Bab berlebih-lebihan terhadap kuburan orang-orang shalih menjadi penyebab dijadikannya sesembahan selain Allah. Imam Malik meriwayatkan dalam kitabnya Al Muwattha’, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ، اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada orang-orang yang telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dengan sanadnya dari Sufyan dari Mansur dari Mujahid, berkaitan dengan ayat:

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ

“Jelaskan kepadaku (wahai kaum musyrikin)  tentang (berhala yang kamu anggap sebagai anak perempuan Allah) Al lata dan Al Uzza.” (QS. An Najm: 19).

Ia  (Mujahid) berkata: “Al latta adalah orang yang dahulunya tukang mengaduk tepung (dengan air atau minyak) untuk dihidangkan kepada jamaah haji. Setelah meninggal, merekapun senantiasa mendatangi kuburannya.”

Demikian pula penafsiran Ibnu Abbas sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnul Jauza’: “Dia itu pada mulanya adalah tukang mengaduk tepung untuk para jamaah haji.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ وَالْمُتَّخِذِيْنَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kuburan, serta orang-orang yang membuat tempat ibadah dan memberi lampu penerang di atas kuburannya.” (HR. para penulis kitab Sunan). 

Kandungan dalam bab ini:

1. Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan berhala.
2. Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan ibadah.
3. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan doanya itu, tiada lain hanyalah memohon kepada Allah supaya dihindarkan dari sesuatu yang dikhawatirkan terjadi [pada umatnya, sebagaimana yang telah terjadi pada umat-umat sebelumnya] yaitu: sikap berlebih-ebihan terhadap kuburan beliau, yang akhirnya kuburan beliau akan menjadi berhala yang disembah.
4. Dalam doanya, beliau sertakan pula apa yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu dengan menjadikan kuburan para Nabinya sebagai tempat beribadah.
5. Penjelasan bahwa Allah sangat murka [terhadap orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah].
6. Di antara masalah yang sangat penting untuk dijelaskan dalam bab ini adalah mengetahui sejarah penyembahan Al lata berhala terbesar orang-orang jahiliyah.
7. Mengetahui bahwa berhala itu asal usulnya adalah kuburan orang shaleh [yang diperlakukan secara berlebihan dengan senantiasa dikunjungi oleh mereka].
8. Al latta nama orang yang dikuburkan itu, pada mulanya adalah seorang pengaduk tepung untuk disajikan kepada para jamaah haji.
9. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat para wanita penziarah kubur.
10. Beliau juga melaknat orang-orang yang memberikan lampu penerang di atas kuburan.

===============================

I. Agama Islam adalah pertengahan

Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan bahwa Islam itu adalah agama yang pertengahan antara ghuluw (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan), Allah berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al-Baqarah: 143)

Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُوْلُوْا عَبْدَ اللهِ وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (Utusan Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim).

II. Hak kuburan

Kuburan memiliki hak yang harus kita tunaikan dari dua sisi:

1. Tidak boleh meremehkan atau menghinakan, seperti duduk diatasnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ

“Seandainya seseorang duduk di atas bara api sehingga membakar pakaiannya sampai kulitnya, itu lebih baik baginya dibandingkan duduk di atas kubur.” (HR. Muslim, no. 1612)

2. Tidak boleh ghuluw, berlebih-lebihan dalam menghormatinya, seperti membangun bangunan diatasnya atau memberi lampu, dst. Dari Jabir bin Abdillah ia mengatakan:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi kapur pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim, no. 970).

III. Al-Laata dan Al-Laatta

AL-LAATA (dengan tanpa mentasydid huruf ta’) adalah sebuah batu putih yang dipahat serta dibangunkan rumah padanya dengan sitar/kain yang menutupinya dan ada sadanah-nya (para juru kuncinya). Al-Laata diagungkan di kota Thoif oleh kabilah Ats-Tsaqiif.

AL-LAATTA (dengan mentasydid huruf ta’) diambil dari nama seorang yang shalih yang kerjaannya membuat adonan makanan untuk dibagi-bagikan kepada jama’ah haji.

IV. Ziarah kubur bagi wanita

Mengenai hukum ziarah kubur untuk wanita maka para ulama berselisih pendapat menjadi empat pendapat: Pertama, haram termasuk dosa besar. Kedua, makhruh. Ketiga, boleh. Keempat, sunnah.

Pendapat yang lebih kuat adalah boleh dengan syarat ziarah kubur dimaksudkan untuk mengingat akhirat dan menjauhi perkara-perkara yang diharamkan. (Shahih fiqih sunnah)

Beberapa catatan:

1. Jika diketahui dari kondisi kaum wanita bahwa jika mereka pergi ke pekuburan, mereka akan berteriak, menjerit-jerit, meratap, menyebut-nyebut mayit, melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan perkara-perkara yang diharamkan, maka dalam kondisi seperti itu mereka diharamkan untuk ziarah kubur.

2. Jika diketahui dari keadaan mereka bahwa pergi ke pekuburan orang-orang yang dianggap shalih dan wali-wali, untuk meminta dihilangkan segala kesulitan di sisi mereka, dipenuhi segala hajatnya, dan dihilangkan segala kesedihannya, maka ini adalah kemusyrikan. Dalam kondisi seperti ini mereka diharamkan berziarah kubur.

3. Jika dikhususkan buat kaum wanita satu hari untuk ziarah kubur, sebagaimana yang diada-adakan pada hari-hari Jum’at, hari Raya dan sejenisnya, maka ini termasuk bid’ah.

4. Tidak boleh wanita keluar untuk ziarah kubur atau ke tempat-tempat lainnya dengan tabarruj, membuka aurat, berhias dan memakai parfum, sebagaimana sudah jelas. (Shahih Fiqih Sunnah)

Penulis: Zahir Al-Minangkabawi
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !