Onani Membatalkan Puasa?
Onani atau masturbasi menurut KBBI yaitu mengeluarkan mani (sperma) tanpa melakukan senggama. Seperti mengeluarkan mani dengan tangan atau sejenisnya dengan tujuan untuk mengeluarkannya dengan syahwat.
Apakah onani atau masturbasi ini membatalkan puasa? Dalam hal ini ada dua pendapat ulama:
Pertama, membatalkan. Jika ia menumpahkan maninya dengan sengaja dan ingat sedang berpuasa maka puasanya batal dan wajib mengqadha. Dan ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Kedua, tidak membatalkan. Jika seorang mengeluarkan maninya tanpa jima’ (senggama), maka tidak batal puasanya meskipun sengaja. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm rahimahullah, beliau mengatakan: “Tidak ada nash, ijma’ (kesepakatan), pernyataan sahabat dan qiyas yang menyebutkan hal tersebut.”
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa onani atau masturbasi membatalkan puasa. Karena dalam sebuah hadits qudsi tentang perihal orang yang berpuasa Allah berfirman:
يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي
“Ia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.” (HR. Bukhari: 1984, Muslim: 1151)
Sementara onani adalah syahwat, demikian juga keluarnya mani. Di antara hal yang menguatkan bahwa mani disebut sebagai syahwat ialah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ
“Bahkan persetubuhan seorang dari kalian pun terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang diantara kami melampiaskan syahwatnya, apakah akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapat kalian jika ia meletakkannya pada sesuatu yang haram?” (HR. Muslim: 1006)
Apa yang diletakkan adalah mani dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutnya sebagai syahwat.
Adapun jika ia berkhayal atau memandang lalu keluar mani dan ia tidak sengaja berkhayal atau memandang keada wanita dan semisalnya lalu keluar mani maka tidak membatalkan puasanya. (Shahih Fiqh as-sunnah: 2/106)