Syarhus Sunnah – #12 Akidah Ahlussunnah Seputar Al-Qur’an

Pada bagian ini Imam Al-Muzani memaparkan tentang akidah Ahlussunnah seputar Al-Qur’an

Imam Al-Muzani mengatakan:

 وَالْقُرْآن كَلَامُ اللهِ w وَمِنْ لَدُنْهُ وَلَيْسَ بِمَخْلُوقٍ فَيَبِيْدُ

Al-Qur’an adalah Kalamullah yang berasal dari sisi-Nya, bukan makhluk sehingga bisa binasa.

❀•◎•❀

Pelajaran Berharga dan Penjelasan

Dari ucapan Imam Al-Muzani ini ada beberapa faidah dan pelajaran berharga yang dapat kita petik, yaitu:

Pelajaran Pertama: Al-Qur’an Kalamullah bukan makhluk

Kalam (berbicara) adalah salah satu sifat Allah yang harus diyakini. Al-Qur’an adalah Kalamullah (firman Allah) bukan makhluk. Banyak dalil yang menunjukkan akan hal ini, diantaranya firman Allah:

  وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (QS. At-Taubah: 6)

Dalam sebuah hadits juga sangat jelas menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu adalah kalam (ucapan) Allah. Dari Jabir bin Abdullah ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُ نَفْسَهُ عَلَى النَّاسِ فِي الْمَوْقِفِ فَقَالَ أَلَا رَجُلٌ يَحْمِلُنِي إِلَى قَوْمِهِ فَإِنَّ قُرَيْشًا قَدْ مَنَعُونِي أَنْ أُبَلِّغَ كَلَامَ رَبِّي

Pada suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menawarkan dirinya kepada manusia di tempat pemberhentian, beliau bersabda: “Adakah seorang laki-laki yang mau membawaku kepada kaumnya, sesungguhnya orang-orang Quraisy telah melarang aku menyampaikan pesan Tuhanku. [1]

Dalil-dalil ini jelas menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk. Al-Qur’an adalah kalam Allah sedangkan kalam merupakan salah satu sifat Allah. Oleh karena itu, ia sama dengan kita mengatakan ilmu Allah, Pendengaran Allah, Penglihatan Allah, dst.

Dalil yang lebih jelas lagi yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah bukan makhluk adalah hadits dari Khaulah binti Hakim, ia menuturkan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْـزِلاً فَقَالَ: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْحَلَ مِنْ مًنْـزِلِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia berdo’a mengucapkan: ‘Audzu bikalimatillahit tammati min syarri ma khalaq.’ (Aku berlindung dengan kalam Allah yang maha sempurna dari kejahatan semua mahluk yang Ia ciptakan). Maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakan dirinya sampai dia beranjak dari tempatnya itu.” [2]

Dimana hadits ini disebutkan “Aku berlindung dengan kalam Allah yang Maha Sempurna..” kalau seandainya kalam Allah itu makhluk tentu ini maknanya berlindung kepada makhluk dan jelas itu adalah sebuah kesyirikan. Akidah ini ditegaskan oleh Imam Al-Muzani lantaran kabar dusta yang dituduhkan dan ditujukan kepada Imam Al-Muzani perihal akidah beliau yang menympang dari akidah Ahlussunnah dalam masalah Al-Qur’an, sehingga sebagian orang mengira bahwa Imam Al-Muzani mengikuti akidahnya kaum Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.

Hal ini sebagaimana yang kita pahami dari riwayat tentang sebab penulisan kitab Syarhus Sunnah. Dari Ali bin Abdillah Al-Halwany , ia berkata:

Aku pernah berada di Tharabulsi (Tripoli) daerah Maghrib, laku aku dan beberapa sahabat kami membicarakan mengenai As-Sunnah. Hingga sampailah pembicaraan kami kepada Al-Muzani rahimahullah. Beberapa sabahat kami pun berkata: “Telah sampai kepadaku sebuah kabar bahwa Al-Muzani berbicara dalam masalah Al-Quran dan ia bersikap tawaqquf.” Seorang yang lain berkata: “Al-Muzani telah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.” Hingga beberapa orang yang lain turut bergabung bersama kami. Orang-orang pun menjadi sangat gundah, maka kami pun menulis sebuah surat kepadanya untuk menanyakan perihal itu (klarifikasi).  Akhirnya, beliau menuliskan Syarhus Sunnah kepada kami yang menjelaskan masalah takdir, irja’, al-Qur’an, ba’ts, nusyur, mizan dan nazhar. [3]

Gambaran berikut mungkin bisa membuat kita paham mengapa pada awalnya Imam Al-Muzani tidak banyak ber-bicara dalam masalah ini sehingga seolah-olah beliau bersikap tawaqquw yaitu sikap yang tidak memihak salah satu dari mazhab yang ada, tidak ke Ahlussunnah dan tidak pula ke Mu’tazilah. Masa-masa kehidupan al-Muzani diwarnai dengan kepemimpinan beberapa Khalifah Abbasiyyah yang terpengaruh dengan pemahaman Mu’tazilah, seperti al-Ma’mun, alMu’tashim, dan al-Waatsiq.

Sepeninggal al-Imam asy-Syafii, yang mengganti mengajar murid-murid beliau adalah al-Buwaithy (Yusuf bin Yahya, Abu Ya’qub). Al-Buwaithy ini yang ditangkap oleh pasukan peme-rintah waktu itu karena tidak mau mengatakan bahwa al-Quran adalah makhluk. Beliau ditangkap di Mesir dan dibawa ke Baghdad untuk dipenjara, dan meninggal di sana dalam keadaan kakinya dirantai. Semasa di penjara, setiap kali men-dengar adzan panggilan sholat Jumat, al-Buwaithy selalu mandi, berpakaian terbaik dan mempersiapkan diri (untuk menghadiri sholat Jumat), kemudian beliau berjalan hingga pintu penjara. Penjaga penjara akan bertanya kepadanya: Mau ke mana engkau? Al-Buwaithy menjawab: Aku akan menghadiri panggilan Tuhanku (sholat Jumat). Penjaga penjara akan mengatakan kepadanya: Kembalilah (ke tempatmu), semoga Allah memaafkanmu. Al-Buwaithy kemudian berdoa: Ya Allah, sungguh Engkau telah tahu aku berusaha untuk memenuhi seruanMu, tapi mereka mencegahku [4]

Sepeninggal al-Buwaithy, yang menggantikan tugas mengajar murid-murid asy-Syafi’i di Mesir adalah al-Muzani. Berkaca dari pengalaman al-Buwaithy, al-Muzani tidak banyak berbicara tentang masalah al-Quran bukanlah makhluk. Hingga sebagian orang menganggap al-Muzani memiliki akidah yang menyimpang tentang hal itu. Sampai akhirnya al-Muzani menjelaskan dalam risalah ini akidah yang diyakininya, bahwa al-Quran adalah Kalam Allah, bukan makhluk[5]

Abu ‘Awanah mengatakan: Aku masuk menjenguk Ibrahim Al-Muzani ketika dia sakit menjelang wafatnya, aku berkata kepadanya: Apa pendapatmu mengenai Al-Qur’an? Ia mejawab: Kalamullah bukan makhluk. Aku kembali berkata: Apakah ada pendapatmu (yang berbeda) sebelum ini? Ia pun menjawab:

لَمْ يَزَلْ هَذَا قَوْلِي، وَكَرِهْتُ الكَلاَمَ فِيْهِ ، لِأَنَّ الشَّافِعِيَّ كَانَ يَنْهَى عَنِ الكَلَامِ فِيْهِ ، يَعْنِي: البَحْثُ وَالِجدَالُ فِي ذَلِكَ

Pendapatku selalu ini dan aku tidak suka benyak berbicara dalam permasalahan ini. Karena Asy-Syafi’i melarang pembicaraan dalam hal ini- maksudya membahas secara berlebihan dan memperdebatkannya.  [6]

Tujuan Mu’tazilah mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk

Mu’tazilah merupakan orang-orang yang lebih menge-depankan Aql (akal) daripada Naql (dalil) sehingga yang mereka inginkan ketika menancapkan akidah sesat mereka dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an makhluk adalah untuk menolak banyak syariat. Jadi, ketika terjadi pertentangan antara Aql dan Naql maka mereka dengan mudah menolak Naql (wahyu) karena tidak ada bedanya antara Al-Qur’an dan akal karena keduanya sama-sama makhluk.

Pelajaran Kedua: Al-Qur’an berasal dari Allah dan akan Kembali kepada-Nya.

Syaikh Al-‘Allamah Yahya bin Najmi v mengatakan: Al-Qur’an adalah kalamullah, berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Ini adalah akidahnya Ahlussunnah Wal jama’ah. Mereka meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, terjaga dari penyelewengan, pengurangan dan penambahan, serta Al-Qur’an akan ada sampai manusia rusak di akhir zaman dan mendekati hari kiamat, pada saat itulah Al-Qur’an akan dicabut sehinggakan hilang dari mushaf dan dada (hafalan) orang-orang, hal itu terjadi sesat sebelum hari kiamat. Disebutkan dalam sebuah hadits:

وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلَا يَبْقَى فِي الْأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ

Dan akan dicabut Kitabullah di malam hari, sehingga tidak tersisa di muka bumi satu ayat pun. [7]

[1]        HR. Abu Dawud: 4734

[2]        HR. Muslim: 2708

[3]        Syarhus Sunnah tahqiq Dr. Jamal ‘Azzun: 79

[4]        Thobaqootul Fuqohaa’ karya Ibnu Mandzhur: 1/98

[5]        Akidah Imam Al-Muzani (Murid Imam Asy-Syafi’i) (Penjelasan Syarhus Sunnah Lil Muzani) Oleh Abu Utsman Kharisman Penerbit Pustaka Hudaya Hal: 160-162, Lihat juga Ta’liqah Ala Syarh As-Sunnah Al-Imam Al-Muzani: 90

[6]        Disebutkan oleh Al-Hakim dalam biografi Abu ‘Awanah, demikian pula disebutkan dalam kitab Al-Uluw: 57, disadur dari catatan kaki Fathu Ar-Rabb Al-Ghaniy: 28

[7]        HR. Ibnu Majah: 4049, Fathu Ar-Rabb Al-Ghaniy: 28

Lihat arsip pembahasan kitab Syarhus Sunnah Imam Al-Muzani disini:

Syarhus Sunnah Imam Al-Muzani

Selesai disusun di Jatimurni Bekasi, Kamis 6 Rajab 1442 H/ 18 Februari 2021M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !