DEFENISI FIKIH DAN SUMBER HUKUMNYA

Secara bahasa fiqh bermakna paham. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala mengikayatkan jawaban kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam ketika menolak dakwah:

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِّمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِينَا ضَعِيفًا

Mereka berkata: “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami.” (QS. Hud: 11)

Demikan pula sabda Rasulullah shallallahu alaihi ketika mendo’akan Ibnu Abbas radhiyallahu anhu:

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Ya Allah, pahamkanlah ia terhadap agama.” (HR. Bukhari: 143, Muslim: 2477)

Dalam riwayat Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اللهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah pahamkanlah ia terhadap agama dan ajarkanlah ia tafsir.” (HR. Ahmad: 4/225, ash-Shahihah: 2589)

Sedangkan fiqh secara istilah maka ada dua tinjauan:

Pertama, menurut istilah Mutaqaddimin.

Fiqh menurut orang-orang di zaman awal Islam zamannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para sahabat dan beberapa zaman setelahnya yaitu ilmu agama secara umum. Sebagaimana di dalam hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ

“Semoga Allah mencerahkan wajah seorang yang mendengar sebuah hadits dariku lalu ia hafalkan hingga ia menyampaikannya. Kerap kali pembawa fiqh menyampaikan pada seorang yang lebih fakih darinya. Dan kerap kali pembawa fiqh bukanlah orang yang fakih.” (HR. Abu Dawud: 3660)

Syaikh Umar bin Sulaiman al-Asyqar mengatakan: “Dan jelas dari hadits bahwa maksud Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan fiqh yang dibawa itu adalah ucapan beliau shallallahu alaihi wasallam.” (Tarikh al-Fiqh al-Islami: 11-12)

Makanya disebutkan bahwa Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah memiliki sebuah kitab akidah yang ia beri nama dengan al-Fiqhul Akbar. (Lihat Syarh Aqidah Thahawiyyah: )

Kedua, menurut istilah Mutaakhirin

Fiqh menurut ulama yang belakangan adalah ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum syar’i amaliyyah muktasabah berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci. (Lihat muqadimah kitab al-fiqh al-Muyassar, hlm. ain)

Sumber Rujukan Ilmu Fiqh

Sumber utama dan pokok dari ilmu fikih yaitu empat sumber hukum yang disepakati menurut Ahlussunnah wal Jama’ah berupa al-Qur’an, Hadits shahih, Ijma’ dan Qiyas.

Berikut ringkasan defenisi dari empat sumber hukum menurut ahlussunnah waljamaah. (Disadur secara ringkas dari kitab Ma’alim Ushulil Fiqh ‘Inda Ahlussunnah wal Jama’ah: 102-180)

1. Al-Qur’an
Ahlussunnah wal Jama’ah mendefesinikan al-Qur’an dengan:

كَلَامُ اللَّهِ المُنَزَّلُ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُعْجِزُ بِنَفْسِهِ المُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ

“Al-Qur’an yaitu kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad  shallallahu alaihi wasallam, mu’jizat binafsihi (dengan lafal, makna, dan susunannya) yang bernilai ibadah apabila membacanya.” (Mukhtashar Ibnul Liham: 70)

2. As-Sunnah
As-Sunnah secara bahasa adalah jalan. Sedangkan secara istilah menurut ulama hadits dan ushul adalah:

مَا صَدَرَ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَيْرَ القُرْآن

“Apa saja yang bersumber dari Nabi shallallahu alaihi wasallam selain al-Qur’an.” (al-Faqih wal Mutafaqqih: 1/86)

Sehingga mencangkup ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat beliau shallallahu alaihi wasallam.

3. Ijma’
Ijma’ secara bahasa bermakna sepakat. Sedangkan secara istilah adalah:

اِتِّفَاقُ مُجْتَهِدِي عَصْرٍ مِنَ العُصُوْرِ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ وَفَاتِهِ عَلَى أَمْرٍ دِيْنِيٍّ

“Kesepakatan para mujtahid suatu generasi dari kalangan umat Muhammad shallallahu alaihi wasallam setelah wafatnya beliau terhadap suatu permasalahan agama. (Mukhtashar Ibnil Liham: 74)

4. Qiyas
Secara bahasa Qiyas artinya menyamakan. Sedangkan secara istilah yaitu:

حَمْلُ فَرْعٍ عَلَى أَصْلٍ فِي حُكْمٍ بِجَامِعٍ بَيْنَهُمَا

“Membawa (menyamakan) cabang kepada pokok dalam sebuah hukum disebabkan adanya kesamaan antara keduanya.” (Raudhatun Nazhir: 2/227)

Demikianlah keterangan singkat berkenaan dengan definisi fikih serta sumber hukumnya. Semoga bermanfaat, wallahul muawaffiq. /Art0281

Referensi :
1. Kitab Al-Fiqh Al-Muyassar, Mujamma’ al-Malik Fahd, KSA
2. Tarikh al-fiqh al-Islami, Dr. Umar bin Sulaiman al-Asyqar, Dar an-Nafais, Yordania
3. Ma’alim Ushulil Fiqh ‘Inda Ahlissunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad bin Husein al-Jizani, Dar Ibn al-Jauzi, KSA

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !