Ushul Tsalatsah – Ibadah Menyembelih

Pada bagian ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memaparkan beberapa dalil dari Al-Qur’an mengenai Adz-Dzabh yaitu Menyembelih

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan:

ودليل الذبح قوله تعالى: قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لا شريك له

Dalil Adz-Dzabh (menyembelih) adalah firman-Nya: Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. (QS. al-An’am: 162-163)

❀•◎•❀

Menyembelih adalah ibadah yang agung

Dalam syari’at Islam menyembelih memiliki kedudukan yang agung. Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. al-An’am: 162)

Bahkan Allah mengandengkannya dengan ibadah shalat yang merupakan ibadah badaniyah yang paling agung. Allah berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan menyembelihlah (berkorbanlah). (QS. Al-Kautar: 2)

Oleh sebab itu, jika menyembelih ini diberikan kepada selain Allah maka ia menjadi sebuah kesyirikan.

Bentuk-bentuk menyembelih dan hukumnya

Al-Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA mengatakan: Menyembelih hewan secara umum ada 2 bentuk, dan masing-masing terbagi juga dalam beberapa bentuk :

Pertama : Menyembelih bukan karena ibadah tapi karena ingin memakan dagingnya atau karena untuk memuliakan tamu. Maka ini juga terbagi tiga:

1. Menyembelih dengan menyebut nama Allah, maka inilah yang halal.

2. Meyembelih dengan tidak menyebut nama Allah, maka hukum sembelihannya adalah bangkai.

3. Menyembelih dengan menyebut nama selain Allah, seperti nama nabi ‘Isa, nabi Musa, atau Ka’bah (sebagaimana yang dijelaskan oleh An-Nawawi di atas) maka sembelihan ini juga adalah haram. Dan bisa jadi juga bernilai kesyirikan dan berkaitan dengan syirik al-isti’aanah. Namun tidak sampai pada syirik akbar jika tidak ditujukan sebagai bentuk beribadah kepada selain Allah. Inilah dzahir dari penjelasan An-Nawawi di atas. Wallahu a’lam, sifatnya seperti seseorang yang bersumpah dengan selain Allah, yaitu hukum asalnya syirik kecil.

Kedua : Menyembelih dalam bentuk ibadah. Pada dasarnya, tujuan utamanya bukanlah untuk memakan daging sembelihan tapi untuk mengalirkan darah sembelihan tersebut dihadapan yang ditujukan sembelihan kepadanya, dalam rangka untuk mengagungkannya. Hal ini ada dua bentuk :

1. Menyembelih untuk Allah maka ini adalah ibadah yang mulia. Seperti menyembelih tatkala ‘iedul adha, aqiqah, tatakala haji, dan sembelihan karena nadzar.

2. Menyembelih kepada selain Allah maka ini adalah syirik akbar yang mengeluarkan seseorang dari agama. Bahkan tetap merupakan syirik akbar meskipun menyembelih dengan menyebut nama Allah, karena tujuannya untuk selain Allah. Diantara contoh-contohnya adalah :

Seperti menyembelih untuk jin, yang pada dasarnya daging sembelihannya bukan untuk dimakan oleh jin, tapi untuk menunjukkan pengagungan terhadap jin tersebut tatkala menyembelihnya. Dan menyembelih untuk jin ini sangat banyak praktiknya di tanah air

Diantaranya juga seseorang yang menyembelih di atas kuburan dalam rangka mengagungkan penghuni kubur. Sebagaimana sebagian orang yang bernadzar untuk menyembelih di atas kuburan.

Jangan! Meski hanya seekor lalat

Dalam hal kontruksi bagunan, Indonesia punya cerita tersendiri. Untuk mendapatkan bangunan yang kokoh, ada satu material bahan bangunan yang mungkin tidak ada di tempat lain. Bukan semen, batu atau besi tapi “kepala kerbau.”

Sudah lumrah, menanam kepala kerbau pada prosesi peletakan batu pertama saat pembangunan gedung atau jembatan. Dengan tujuan agar gedung dan jembatan itu jadi kokoh dan tahan lama. Pertanyaannya, untuk siapakah kepala kerbau itu?

Menyembelih binatang adalah ibadah yang harus ditujukan hanya untuk Allah. Jika ditujukan kepada selain-Nya jadilah ia sebuah kesyirikan. Ali bin Abi Thalib berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadaku tentang empat perkara:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ

Allah melaknat orang-orang yang menyembelih binatang bukan karena Allah, Allah melaknat orang-orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang-orang yang melindungi orang yang berbuat bid’ah, dan Allah melaknat orang-orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Muslim: 1978)

Maka masuk ke dalamnya: orang yang menyembelih untuk berhala, pohon atau batu keramat, jin, para wali atau orang-orang shalih, dst. Dan masuk juga di dalamnya segala macam bentuk sembelihan. Entah itu, kerbau, sapi, kambing, ayam, atau bahkan lalat sekali pun, jika ditujukan untuk persembahan (tumbal) kepada selain Allah maka itu adalah syirik.

Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

دَخَلَ الْجَنَّةَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ, وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ، قَالُوْا: وَكَيْفَ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَرَّ رَجُلاَنِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمٌ لاَ يَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبَ لَهُ شَيْئًا، فَقَالُوْا لأَحَدِهِمَا: قَرِّبْ، قَالَ: لَيْسَ عِنْدِيْ شَيْءٌ أُقَرِّبُ، قَالُوْا لَهُ: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فَقَرَّبَ ذُبَابًا فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُ فَدَخَلَ النَّارَ، وَقَالُوْا لِلآخَرِ: قَرِّبْ، فَقَالَ: مَا كُنْتُ لأُقَرِّبَ ِلأحَدٍ شَيْئًا دُوْنَ اللهِ، فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ

“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada lagi yang masuk neraka karena seekor lalat pula.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sekelompok orang (suku) yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorang pun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sembelihan binatang untuknya terlebih dahulu.

Maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: ‘Persembahkanlah sesuatu untuknya!’ Ia menjawab: ‘Aku tidak mempunyai apapun yang akan aku persembahkan untuknya.’ Mereka berkata lagi: ‘Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!’ Maka ia pun mempersembahkan untuknya seekor lalat. Mereka pun melepaskannya untuk meneruskan perjalanannya, dan ia pun masuk ke dalam neraka karena hal itu.

Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: ‘Persembahkalah untuknya sesuatu!’ Ia menjawab: ‘Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah.’ Maka mereka pun memenggal lehernya, dan ia pun masuk ke dalam surga.’” (HR. Ahmad dalam az Zuhd: 84, Ibnu Abi Syaibah:33028)

Itu yang dipersembahkan dan dijadikan tumbal hanya seekor lalat. Lantas bagaimana jika yang dipersembahkan itu adalah kepala kerbau?!

Pelajaran penting dari hadits tentang lalat

Hadits tentang mempersembahkan lalat di atas adalah kisah yang agung karena mengandung pelajaran-pelajaran yang besar, diantaranya :

Pertama : Bagaimana besarnya sikap ahlul batil (diantaranya para pelaku kesyirikan) yang berpegang teguh dengan kesyirikan mereka. Bahkan mereka begitu bersemangat untuk menanamkan kesyirikan kepada siapapun agar bisa seperti mereka, atau paling tidak mengakui kebenaran apa yang mereka yakini, meskipun dengan cara memaksa.

Kedua : Bagaimana agungnya ibadah penyembelihan syirik di sisi para pelaku kesyirikan, sehingga mengkhususkan patung untuk diserahkan persembahan sembelihan kepadanya.

Ketiga : Bagaimana besarnya perkara syirik di sisi Allah, sehingga dengan kesyirikan sedikitpun yang dianggap sepele di mata manusia, ternyata sangat besar di sisi Allah. Kenyataan pahit yang sangat menyedihkan tatkala kita dapati betapa banyak orang -bahkan banyak dai- yang meremehkan permasalahan-permasalahan kesyirikan. Banyak diantara mereka begitu menganggap besar bahaya perzinahan, tapi menganggap remeh praktik-praktik kesyirikan yang terjadi di masyarakat, sehingga pengingkaran terhadap kesyirikan tidak dilakukan bahkan mengingkari kesyirikan dianggap sesuatu yang aneh.

Keempat : Betapa agungnya tauhid di sisi Allah sehingga dengan meninggalkan menyembelih kepada selain Allah merupakan sebab masuk surga

Kelima: Yang menjadi patokan adalah pengagungan bukan besar kecilnya yang disembelih kepada selain Allah.

Banyak mengambil faidah dari tulisan, Ustadz Dr. Firanda yang berjudul:

Penjelasan Kitab Tauhid BAB 10 – Menyembelih untuk Selain Allah

Selesai disusun di Jatimurni, Kamis 15 Muharram 1442 H/ 3 September 2020 M

Zahir Al-Minangkabawi

Follow fanpage maribaraja KLIK

Instagram @maribarajacom

Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda  di admin berikut KLIK

Zahir Al-Minangkabawi

Zahir al-Minangkabawi, berasal dari Minangkabau, kota Padang, Sumatera Barat. Pendiri dan pengasuh Maribaraja. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAN 2 Padang, melanjutkan ke Takhasshus Ilmi persiapan Bahasa Arab 2 tahun kemudian pendidikan ilmu syar'i Ma'had Ali 4 tahun di Ponpes Al-Furqon Al-Islami Gresik, Jawa Timur, di bawah bimbingan al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc hafizhahullah. Kemudian melanjutkan ke LIPIA Jakarta Jurusan Syariah. Sekarang sebagai staff pengajar di Lembaga Pendidikan Takhassus Al-Barkah (LPTA) dan Ma'had Imam Syathiby, Radio Rodja, Cileungsi Bogor, Jawa Barat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
WhatsApp Yuk Gabung !