Ketika Hujan Kehilangan Keberkahannya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَتِ السَّنَةُ بِأَنْ لَا تُمْطَرُوا وَلَكِنْ السَّنَةُ أَنْ تُمْطَرُوا وَتُمْطَرُوا وَلَا تُنْبِتُ الْأَرْضُ شَيْئًا
“Paceklik itu bukanlah dengan kalian tidak beri hujan, tapi paceklik itu adalah kalian dihujani dan dihujani tetapi bumi tidak menumbuhkan apa pun.” (HR. Muslim: 2904)
❀•◎•❀
Syaikh Dr. Sa’ad bin Turki Al-Khatslan hafizhahullah menjelaskan:
“Makna kata As-Sanah adalah Al-Jadbu (kemarau) dan Al-Qahthu (paceklik), diantara dalilnya yaitu firman Allah:
وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang. (QS. Al-A’raf: 130)
Sehingga makna hadits tersebut adalah:
ليس الجدب والقحط حقيقة بأن لا تمطروا ، ولكن الجدب حقيقة هو أن تمطروا وتمطروا ، لكن لا تنبت الأرض شيئاً! ، وذلك بسبب نزع البركة من هذه الأمطار ، وهذا أبلغ ما يكون في البلاء ، لأن حصول الشدة بعد توقع الرخاء وظهور أسبابه أشد وأفضع ، أشد وأفضع مما لو كان اليأس حاصلاً من أول الأمر
Kemarau dan paceklik yang hakiki bukanlah dengan engkau tidak diberi hujan, akan tetapi dengan engkau diberi hujan dan terus diberi hujan tetapi bumi tidak menumbuhkan apa-apa. Hal itu disebabkan oleh tercabutnya keberkahan dari hujan-hujan tersebut. Dan ini merupakan musibah yang paling menyakitkan. Karena diperolehnya kesulitan setelah terjadinya kelapangan serta tampaknya sebab-sebab kelapangan itu lebih parah dan lebih buruk. Lebih parah dan lebih buruk daripada apabila keputusasaan itu terjadi dari awal perkara.”
Beliau hafizhahullah melanjutkan dengan memberikan permisalan:
“Jika seorang dalam keadaan sempit kemudian datang orang lain yang memberikan kabar gembira kepadanya dengan akan segera hilangnya kesempitan tersebut, namun setelah itu sama sekali tidak terjadi kabar gembira yang telah ia sampaikan itu.
Maka tentu engkau akan mendapati kesakitan yang dia rasakan lebih parah ketimbang jika dia tidak mendapatkan kabar gembira sebelumnya, kesakitannya lebih parah dan lebih buruk.
Demikian pula dengan keadaan manusia, mereka diberi hujan dan terus diberi hujan akan tetapi bumi tidak menumbuhkan apa-apa. Ini tentu lebih parah hukuman dan musibahnya daripada mereka tidak diberi hujan sama sekali.
Sebab tidak dapatnya bumi menumbuhkan tanaman padahal hujan turun adalah tercabutnya keberkahan. Dan keberkahan akan tercabut disebabkan oleh maksiat (dosa) sebagaimana firman Allah:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. (QS. Ar-Rum: 41)
Demikian pula dengan firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (QS. Al-A’raf: 96).”
________
Disadur dari situs resmi beliau saadalkhathlan.com dengan judul Lathaif Al Fawa’id / Min Al Faidah 180
Baca juga Artikel:
Hewan Melaknat Pelaku Dosa
Ditulis di: Komplek Pondok Jatimurni BB 3 Bekasi, Sabtu, 7 Syawwal 1441H/ 30 Mei 2020 M
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Bergabunglah di grup whatsapp maribaraja atau dapatkan broadcast artikel dakwah setiap harinya. Daftarkan whatsapp anda di admin berikut KLIK